Rabu, 13 April 2011

Dia atau Aku?


“Hoaaaam...” Putri menguap. Hari itu adalah hari pertama masuk sekolah setelah libur kenaikan. Putri adalah pelajar SMP PGRI 12 Jakarta. Dia pernah mendapat juara umum dari kelas 7 sampai 8 bahkan ia mendapat peringkat pertama berturut – turut dan jumlahnya nilainya selalu lebih tinggi dari peraih peringkat pertama di kelas lain. Dia juga anggota OSIS di SMP tersebut.
Putri berdoa, “Semoga waktu aku ngeliat daftar nama kelas baru, aku masuk kelas 9.1 Amin”.
Seluruh siswa yang bersekolah tersebut menginginkan kelas yang berawal 1 karena kata nya kelas yang berawalan Angka 1 adalah kelas anak-anak pintar.
Waktu Putri sampai sekolah,  dia langsung melihat di daftar nama. Benar saja dia masuk kelas 9.1 ditambah dia sekelas sama cowok yang di kenal paling ganteng dan pintar di sekolah, namanya Dwi. Putri juga sebenarnya sempat suka sama Dwi, tetapi ternyata Dwi lagi dekat dengan seorang cewe dari kelas sebelah yang bernama Nurul.
“Eh gimana masih suka sama si Dwi?” pertanyaan Indira membuat Putri kaget.
“Ih apaan sih. Udah nggak kok, Emang kenapa?” kata Putri balik bertanya.
  “Nggak Put. Aku cuma mau bantuin kamu aja” ucap Indira.
Putri meninggalkan Indira karena Putri merasa muak dengan kata-kata Indira barusan.
Teeeet...... Bel masuk berbunyi. Dwi berjalan melewati tempat duduk Putri. Tempat duduk Putri kebetulan tiga baris dari tempat duduk Putri.
“Cieeeee.....” goda Indira dan teman-temannya ketika melihat Dwi lewat didepan tempat duduk Putri.
 Lantas semua teman-teman sekelas Putri menatapi ke arah mereka berdua. Putri hanya tersipu malu dan Dwi tampangnya biasa-biasa saja.
Pelajaran pertama dimulai, wali kelas Putri masuk.
“Hari ini bapak mau mengatur tempat duduk kalian” ucap wali kelas Putri. Setelah semua di atur. Dwi ternyata duduk dengan seorang cewek yang bernama Marta.
“Pak !!” panggil Indira sambil mengacungkan jari tangan.
“Kenapa Dwi nggak duduk saja sama Putri?” tanya Indira kepada pak Guru. “Emang nya kenapa?” balas pak Guru. “Keliatan cocok aja gitu” ucap Indira. “Cieeeee.......” lagi - lagi teman sekelas menggoda Putri dan Dwi.
Teeeeeeett... Bel istirahat pun tiba . Dwi masuk ke kelas Nurul dan Putri melihat nya mereka sedang berdua. Semenjak kejadian itu Putri mulai menjauh dari Dwi. (Udah nggak ada harapan lagi buat bisa jadian sama Dwi) kata Putri dalam hati.
Jam pelajaran berikutnya adalah bahasa Indonesia. “Anak-anak Ibu akan membagi beberapa kelompok untuk membuat puisi serta membaca puisi tersebut di depan kelas dengan diiringi musik” kata Ibu Guru bahasa Indonesia “Baiklah, ibu akan mulai membagi kelompoknya. Kelompok pertama Desi, Dinda, Dwi, Putri dan Poer”
“Cieeee....” lagi – lagi teman sekelas menggoda Putro dan Dwi. “Emang jodoh kalian berdua. Hahaha....” kata Indira sambil tertawa. Putri menatap Dwi, lantas Dwi menunduk dan tersenyum kecil.
“Eh, kita kapan mau ngerjain tugas kelompoknya nih? Terus dimana ngerjain tugasnya?” kata Poer seusai pulang sekolah.
“Dirumah aku saja, hari jum’at. Sekalian Biar Dwi tahu rumah aku. Hehehe...” kata Putri sambil tersenyum nakal.
“Tuhkan beneran kamu suka sama dia” tuduh Poer. “Ngga ko aku Cuma bercanda” balas Putri sambil tersenyum malu.
Hari Jum’at pun tiba. “Dwi, hari ini kita kerja kelompok di rumah Putri ya?” tanya Poer kepada Dwi.
“Oh iya. Nanti deh abis aku sholat jum’at aku langsung kerumah Putri, tapi boleh bawa temen aku ngga? Masalanhya ngga enak aja aku cowo sendiri” tanya Dwi sambil benerin rambutnya. Itulah kebiasaan Dwi selalu benerin rambut, biar selalu dibilang cool.
 “Kamu langsung tanya aja ke Putri” ucap poer sambil berjalan perlahan – lahan meninggalkan Dwi.
Sepulang sekolah, Putri dan Dwi sering pulang lewat jalan yang sama walaupun mereka ngga pernah pulang bareng.
“Putri !!!!!” teriak Dwi yang berjalan dibelakang Putri.
“Ih apaansih” kata Putri sambil sedikit agak kesal karena ia pikir yang memanggilnya adalah Adi teman sekelasnya, dan sekarang Putri dan Adi sedang bertengkar. Saat Putri menengok kebelakang ternyata Dwi yang memanggilnya. Jantungnya berdegup kencang.
“Eh Dwi, ada apa?” Putri bertanya dengan tampangnya yang grogi.
“Aku kerumah kamunya bawa temen aku ya?” tanya Dwi.
“Oh. Iya ngga apa – apa asalkan kamu datang.” balas putri dengan tampangnya yang semakin grogi. “Aku pulang duluan ya” kata puri sambil menunduk karena tak tahan dengan rasa groginya, lalu ia pergi meninggalkan Dwi.
“Putri kita kan pulang bareng, gimana aku mau tau rumah kamu kalau kita ngga pulang bareng?” ucap Dwi sambil menarik pundak Putri.
“Oh iya. Aku lupa. Hehe ...” kata Putri sambil tersipu malu. “Bilang aja grogi kan. Hehe..” bisik Poer. “Ssst... !!” Putri mencubit perut Poer.
Sesampainya di rumah Putri dan setelah menunggu Dwi sholat jum’at, mereka semua berkumpul untuk mengerjakan tugas kelompok. Keadaan sama seperti biasanya, Putri dan Dwi terus – terusan digoda teman satu kelompoknya.
Semenjak kejadian hari jum’at  lalu, membuat Putri dan Dwi semakin dekat. Dan tidak henti – hentinya teman satu kelompok bahkan satu kelas menggoda mereka.
Satu bulan sudah berjalan. Indira sebagai sahabat Putri dan Dwi  tidak berhenti membuat Dwi supaya menjadikan Putri pacarnya.
Hari itu tanggal 17 Agustus, sekolah menggadakan lomba. Dwi dan teman – temannya memilih lomba tarik tambang putra antar kelas. Putri melihat Dwi yang begitu bersemangat mengikuti lomba tersebut bahkan Putri juga melihat jatuh bangunnya Dwi demi memenangkan lomba tersebut. Ada niat di hati Putri untuk membantu Dwi, tapi apa boleh buat Putri tidak bisa melakukannya karena rasa malunya itu.
Setelah  lomba berakhir, Putri berlari ke  kantin untuk membeli dua buah botol minuman. Satu botol untuk dirinya dan satu  lagi ia kasih Indira untuk diberikan kepada Dwi.
“Dir, kasih minuman ini buat Dwi ya, kasian dia kaya capek banget.” Ucap Putri sambil menyodorkan satu botol minuman ke Indira.
 “Siiip” kata Indira sambil mengacungkan jempol lalu berjalan ke arah kelas.
Putri hanya melihat dari luar kelas ketika Indira memberi minuman dari dirinya kepada Dwi. Karena terlalu lama menunggu di luar, akhirmya Putri masuk ke kelas dan duduk di tempat duduknya.
Ternyata setalah lomba berkahir, ada penampilan band dari anak – anak kelas lain. Semua taman – teman Putri keluar kelas untuk menyaksikan band tersebut di lapangan, tinggalah Putri dan Dwi berdua di kelas. Karena merasa bosan di kelas, ngga berapa lama setelah teman – teman keluar Dwi juga ikut keluar untuk menyaksikan band tersebut tetapi sebelum keluar Dwi menghampiri tempat duduk Putri.
“Putri ngga ikutan nonton band diluar?” tanya Dwi sehingga mengagetkan Putri yang sedang melamun.
“Ah ngga. Aku disini aja sekalian abis ini mau nempel mading.” ucap Putri.
“Oh gitu. Aku keluar ya buat nonton bandnya” kata Dwi. Putri hanya mengangguk tanda setuju.
Kejadian 17 Agustus itu membuat Putri dan Dwi semakin dekat bahkan Dwi teran – terangan memberi miuman buat Putri di depan kelas.
“Cieeee....” seluruh kelas menyorak ke arah Putri dan Dwi.
Suara teman sekelas terdengar sampai keluar dan kebetulan wali kelas Putri sedang lewat.
“Ada apa ini ribut – ribut?” tanya wali kelas Putri.
Indira menjelaskan semuanya dan akhirnya wali kelas Putri tahu dan ikut menggoda mereka berdua.
Dua hari berikutnya, Dwi menyatakan perasaannya kepada Putri di depan kelas setelah pulang sekolah dan Putri menerimanya sebagai pacar.
Hari – hari berikutnya, Putri dan Dwi selalu pulang bareng bahkan mereka saling mengerti dan perhatian antara satu denganlainnya. Dwi selalu membantu Putri jika Putri dalam kesusahan, begitu pula sebaliknya. Dwi juga melindungi Putri kalu saja ada yang menggoda Putri.
Tiga bulan sudah mereka berdua lewati, namun akhirnya perhatian Dwi ke Putri perlahan – lahan memudar. Dwi sedang dekat dengan cewe bernama Ghita, hal itu membuat Putri sakit hati ditambah Ghita sahabat Putri. Putri selalu cerita kepada Ghita tentang Dwi.
“Dir, Dwi ko deket banget sih sama Ghita bahkan Dwi sekarang lebih sering duduk sama Ghita dibanding sama aku?” tanya Putri.
Nanti aku tanyain deh” kata Indira.
Setelah Indira bertanya kepada Dwi, Dwi bilang alasan ia dekat dan duduk sebangku dengan Ghita adalah  hanya untuk belajar dan ia berjanji untu menjauhi Ghita. Tapi itu semua ternyata hanya manis di mulut. Setelah berjanji dengan Indira seperti itu, Dwi malah semakin dekat dengan Ghita.
Beberapa minggu kemudian Putri dan Dwi putus, karena ternyata Dwi diam – diam berpacaran dengan Ghita padahal Ghita juga sudah punya kekasih.
 (¯Kini waktunya untuk memilih, dia atau yang kan kau pilih. Meski perjuangan ku tak sehebat dia, tak semahal dia, tak sekeras dia ¯) Potongan lirik lagu yang sering dinyanyikan Putri untuk mengenang semua kejadian yang pernah ia alami.

Selasa, 12 April 2011

Tanda - Tanda Kematian

Tik... Tok... Tik.. Tok. Jam sudah menunjukkan pukul 12.00 malam tetapi sedikitpun aku belum dapat memejamkan mata. Dalam hati aku berkata (Besok adalah hari pertama aku masuk di sekolah yang baru ) . Perasaan takut, malu dan deg-degan bercampur satu. Aku sempat berfikir ingin kembali ke sekolah yang lama tetapi apa boleh buat ayahku sudah pindah ke luar kota untuk bekerja. Sambil terus melihat jam, lama – lama aku terlelap dalam pelukan guling kesayangan. Dalam hati aku berharap ( Semoga besok akan lebih baik dari hari ini)

Tok... Tok.. Tok.. “Nia bangun !! Sudah jam setengah lima, kalo kamu ngga cepet – cepat nanti terlambat loh”. Samar – samar aku mendengar suara mama.

“He’eh sebentar ma” Aku setengah sadar mengucapkan kalimat tersebut.

Tanpa sadar aku tertidur lagi dan baru terbangun pukul 5.00. Aku melihat jam “HAH !? SUDAH JAM 5????” Aku sempet kesel sama mama karena aku berfikir mama tidak membangunkan aku.

Aku bergegas turun ke arah meja makan. “Ma, kenapa mama ngga bangunin aku? Perjalanan dari rumah ke sekolah kan butuh waktu 45 menit, sedangkan aku belum siap – siap sama sekali” Aku berucap dengan sedikit agak kesal.

Mama yang sedang menyiapkan bekalu untukku, sejenak berhenti “Mama udah bangunin kamu, tapi kamu malah tidur lagi. Sudah – sudah sana kamu mandi terus siap – siap keburu pak supir jemput loh”

Mama setiap pagi seperti itu, selalu buatin bekal buat aku. Padahal aku ngga mau terlalu dimanja. Aku mau bersikap dewasa sedikit, tetapi aku juga harus bersyukur punya ibu seperti mama yang super duper perhatian.

“Baiklah aku bergegas dulu ya ma” Aku setengah berlari menaiki tangga.

Aku kembali ke kamar untuk mengambil peralatan mandi dan cepat – cepat aku mandi. Setelah mandi dan berpakaian, aku turun kembali ke bawahuntuk sarapan. Tin... Tin... Baru satu suap aku makan, pak supir datang. Menyebalkan.

“Ma, aku berangkat ya. Assalamualaikum” Aku pamit lalu buru – buru masuk ke dalam mobil sambil tertatih, karena tas yang aku bawa berat sekali dikarenakan pelajaran hari itu banyak sekali ditambah bekal yang mama buatkan. Pak supir membukakan pintu mobil untuk ku, aku segera masuk ke dalam mobil. Aku biasa duduk di bangku belakang karena biar leluasa. Aku meraba saku seragamku untuk mencari handphone. (Sial !! Handphone aku ketinggalan) Dalam hati aku mendumel. Aku lupa sebelum aku mandi, aku mencharge batre handphone aku.

“Pak tolong setel lagu ini” Aku menyuruh supirku sambil menyodorkan kaset yang diberikan teman SMP – ku yang lama sebagai kenang – kenangan.

“Baik non” Ucap supirku dengan singkat lalu bergegas memasukan kaset ke dalam media player di mobilku.

“Hoaaaam...” Aku mengantuk karena yang aku dengar adalah lagu lullaby, lagu penghantar tidur.

Aku tertidur karena AC di mobil sangat dingin lagipula tadi malam aku tidur larut malam.

“Non bangun !! Sudah sampai” Supirku membangunkanku.

Perlahan – lahan aku membuka mata. Aku melihat di kaca rambutku acak – acakan, segera aku menyisir rambut lalu turun dari mobil. Aku melangkah ke arah gerbang sekolah. Dag... Dig... Dug... jantungku berdetak dengan cepatnya. Pikiran negatif pun merajalela.

Sreeek... Aku menginjak halaman sekolah yang kebetulan ada beberapa daun yang jatuh. Aku berjalan menelusuri koridir. Semua orang yang berada di sekitar koridar melihat ku dengan tatapan asing. Aku menuju lantai dua karena kelas baruku berada di lantai 2. Krekk... Aku membuka pinti kelas. Teman – teman sekelas melihat ku dengan tampang yang asing juga lalu tersenyum. (Ternyata mereka lebih ramah dari yang aku pikirkan) ucap aku dalam hati. Aku duduk di kursi belakang

“Kenalin aku Dennia” sapa aku dengan teman sebangku aku.

“Aku meilinda” Ia menyahut.

Perkenalan aku dengan temanku tidak cukup sampai disitu. Aku mulai beradapatasi dengan teman – teman. Aku mulai merasa senang bahkan sangat senang. Sudah hampir 1 semester aku lewati dengan teman baruku.

Tok... Tok... Tok... “Assalamualaikum” Aku mengucapkan salam.

Mama membukakan pintu lalu berkata, “Nak kita harus ke rumah eyang, eyang sakit”

Aku kaget atas perkataan mama barusan “Ma, eyang sakit apa?” Aku bertanya dengan tampang takut.

“Sudah kamu ikut saja” Ucap mama sambil menarik tanganku untuk masuk ke dalam mobil.

Aku duduk di samping mama sambil masih bertanya – tanya dalam hati. Mama mengemudi mobil dengan cepat. Ciiiiittttt........ “Aaargggh !!” Terdengar teriakan dari luar mobil. Mama segera memberhentikan mobil lalu keluar dari mobil dan menolong seorang kakek yang hampir tertabrak oleh mama. Aku melihatnya. Entah kenapa buluk kuduk aku merinding (Apa ini pertanda?) Tanya aku dalam hati. Dalam hati aku berkata (Sudahlah jangan berfikiran yang tidak – tidak, eyang pasti baik – baik saja”)

Mama kembali ke dalam mobil “Astagfirullah, maaf nak pikiran mama sedang buyar. Semoga tidak terjadi apa – apa”.

Tok... Tok... Tok.... “Eyang !!” Teriak aku dengan nada agak lembut setelah sampai di rumah eyang. Tiba – tiba ada seseorang yang membukakan pintu, itu adalah tante ku.

Masuk aja Nia, eyang ada di kamar”

Aku dan mama lantas segera masuk ke kamar eyang. Ketika aku membuka pintu kamar eyang, langsung tercium bau obat penyakit untuk eyang. Aku sedih melihat kondisi eyang. Pucat, kulitnya kuning, kurus dan perutnya membesar. Kata dokter, eyang menderita penyakit liver. Eyang ngga mau dirawat di rumah sakit. Aku ngga lama berada di rumah eyang karena tidak mau menganggu eyang yang sedah beristirahat.

“Tante aku sama mama pulang ya” Aku berpamitan dan segera pergi.

Di perjalan pulang ke rumah, aku melihat mama yang terlihat sedih. Aku rasa mama memikirkan kondisi eyang.

“Ma, sudah jangan dipikirkan. Eyang akan baik – baik saja asal kita berdo’a” ucap aku yang sedikit mengagetkan mama “Oh iya mama ngga kenapa – kenapa kok nak”.

Sesampainya di rumah, rasa capek menyergap. Aku langsung langsung mandi. Setelah mandi, aku berniat untuk beristirahat dan menenangkan pikiran sambil berbaring di kasur tetapi aku malah tertidur

“Aarrgh !!!” Aku terbangun.

Aku melihat jam. Jam sudah menunjukkan pukul 3.00. Lantas aku mengambil wudhu untuk sholat tahajjud untuk menenangkan pikiran karena aku baru saja bermimpi buruk. Setelah sholat, aku baru ingat kalau aku belum mengerjakan semua PR-ku. Segera aku mulai mengerjakan PR-ku. Setelah mengerjakan PR, aku tidak tidur lagi karena pasti sebentar lagi mama akan membangunkan ku. Benar saja setelah aku berfikir seperti itu mama membuka pintu kamar ku.

“Oh kamu sudah bangun toh, yaudah cepat sana siap – siap untuk sekolah” Kata mama

“Oke ma” Aku membalas dengan senyuman sambil mengacungkan jempol tangan.

Setalah bersiap – siap aku berpamitan dan segera masuk ke dalam mobil. Seperti biasa aku menyetel lagu kesukaan ku dan tertidur.

Sesampainya di sekolah, aku pergi ke kantin dulu untuk pergi beli minuman karena botol minuman ku tertinggal di meja makan. Aku masuk ke kelas dan melakukan aktivitas yang biasa aku lakukan.

Dua minggu berjalan dengan lancar dan tidak terjadi apa – apa bahkan aku mendengar kabar gembira kalau eyang akhirnya mau dibawa di rumah sakit.

“Assalamualaikum” Ucap aku sambil membuka pintu.

Aku kaget karena ngga biasanya papa pulang cepat, ditambah aku melihat beberapa koper yang ada di ruang tamu.

“Kita nginap di rumah eyang selama seminggu, besok papa akan telefon wali kelas kamu untuk izin sekolah” Kata – kata papa barusan membuat aku khawatir dengan keadaan eyang.

“Baiklah. Aku akan bergegas” Kataku.

Setelah mandi dan siap – siap, aku masuk ke dalam mobil dan duduk di bangku belakang, hanya seorang diri.

Sesampainya si rumah eyang, aku menaruh koper di kamar tante ku. Setelah menaruh koper, aku bergegas kembali ke dalam mobil untuk pergi ke rumah sakit untuk menjenguk eyang.

Ketika di rumah sakit, ruangan eyang dipenuhi oleh saudara – saudara ku. Keadaan eyang sama seperti terakhir aku melihatnya namun sedikit tambah terlihat agak pucat. Setelah melihat keadaan eyang, aku duduk di luar ruangan sambil melihat orang berlalu – lalang. Ketika aku sedang melamun, tiba – tiba aku mendengar seperti burung gagak yang lebih dekenal dengan burung kematian. Kata orang kalau ada orang yang akan meninggal akan tedengar suara burung itu, tapi aku ngge percaya dengan hal – hal seperti itu. Bagi aku itu hanya kepercayaan orang – orang dulu.

Akhirnya sampai juga di rumah eyang, setelah agak lama berda di rumah sakit. Aku segera mandi dan tidur. Kriiiing... Kriiiing... Alarm di kamar tante ku berbunyi. Aku membuka mata. Barusan aku bermimpi gigi aku copot. (Apa itu pertanda? Ah sudahlah jangan terlalu dipikirakn) Kataku dalam hati.

Seminggu sudah aku menginap di rumah eyang. Aku pulang dengan perasaan letih. Aku harus tidur karena besok aku harus ke sekolah.

Keadaan kembali seperti biasanya. Setelah kembali kerumah, aku kaget karena ngga biasanya mama setelah pergi ngga menaruh koper kembali ke atas lemari.

“Nak, mama punya perasaan ngga enak nih” kata mama.

Aku sempat terkaget juga karena mendengar perkataan mama barusan dengan tampangnya yang pucat.

“Kenapa ma?” aku bertanya sama mama sambil memegang tangan mama berusaha untuuk menenangkan mama.

“Perasaan mama ngga enak, tadi barusan mama cium bau daun pandan. Kata orang itu pertanda kalau ada yang bakal meninggal. Mama khawatir dengan keadaan eyang, makanya mama sengaja ngga naruh koper ke atas lemari buat jaga –jaga siapa tau kita bakal kesana lagi” Waktu mama berkata seperti itu, buluk kuduk ku merinding.

Malamnya aku sempat gelisah, tidak bisa tidur. Terpaksa aku pasang earphone untu dengerin lagu supaya rasa gelisah itu hilang, tapi dengan volume yang kecil antisipasi siapa tau mama manggil aku. Saking asiknya dengerin lagu aku ketiduran.

Tin..... Tin... Tin.... Aku terbangun tepat setelah sekitar sepuluh menit aku tertidur. Aku mendengar bunyi yang ngga asing di telinga aku. Yaap itu bunyi alarm mobil ku. Lantas aku segera menuruni tangga dan berlari ke arah garasi. Di garasi sudah banyak berkerumunan para tetangga ku. Ketika diselidiki tidak ada maling, alarm mobil ku berbunyi dengan sendirinya. Akhirnya semua tetangga ku kembali ke rumahnya, begitu pula juga dengan aku. Aku kembali ke kamar.

Keesokan harinya, keadaan sedikit agak aneh dan bikin aku bingung. Waktu pelajaran bahasa inggris sedang berlangsung, ada seorang guru yang memanggil ku. Aku disuruh pulang karena papa akan menjemputku. Aku binggung. Dalam hati aku bertanya – tanya (Apa yang terjadi?). Di dalam mobil papa baru bercerita apa penyebab papa menjemput aku, ternyata eyang meninggal. Berarti tanda – tanda yang aku rasain selama ini benar.

Sesampainya di rumah, aku dengan kedua orang tua buru – buru ke rumah eyang. Benar saja, di perjalanan dekat rumah eyang sudah terlihat banyak bendera kuning dan rangkaian bunga. EYANG MENINGGAL !!! Rumah eyang diselimuti dengan perasaan duka. Aku melihat mama menangis, aku juga melihat papa menangis walaupun sebenarnya aku jarang sekali melihat papa menangis. Tapi sudahlah itu semua sudah takdir, aku, kedua orang tua ku serta keluarga ku yang lainnya aku harus mengikhlaskannya.

Kematian tidak dapat hindari walaupun orang – orang terdekat sudah mempunyai firasat atau tanda – tanda. Karena kematian adalah rahasia tuhan yang tidak diketahui kapan datangnya.