“Hoaaaam...” Putri menguap. Hari itu adalah hari pertama masuk sekolah setelah libur kenaikan. Putri adalah pelajar SMP PGRI 12 Jakarta. Dia pernah mendapat juara umum dari kelas 7 sampai 8 bahkan ia mendapat peringkat pertama berturut – turut dan jumlahnya nilainya selalu lebih tinggi dari peraih peringkat pertama di kelas lain. Dia juga anggota OSIS di SMP tersebut.
Putri berdoa, “Semoga waktu aku ngeliat daftar nama kelas baru, aku masuk kelas 9.1 Amin”.
Seluruh siswa yang bersekolah tersebut menginginkan kelas yang berawal 1 karena kata nya kelas yang berawalan Angka 1 adalah kelas anak-anak pintar.
Waktu Putri sampai sekolah, dia langsung melihat di daftar nama. Benar saja dia masuk kelas 9.1 ditambah dia sekelas sama cowok yang di kenal paling ganteng dan pintar di sekolah, namanya Dwi. Putri juga sebenarnya sempat suka sama Dwi, tetapi ternyata Dwi lagi dekat dengan seorang cewe dari kelas sebelah yang bernama Nurul.
“Eh gimana masih suka sama si Dwi?” pertanyaan Indira membuat Putri kaget.
“Ih apaan sih. Udah nggak kok, Emang kenapa?” kata Putri balik bertanya.
“Nggak Put. Aku cuma mau bantuin kamu aja” ucap Indira.
Putri meninggalkan Indira karena Putri merasa muak dengan kata-kata Indira barusan.
Teeeet...... Bel masuk berbunyi. Dwi berjalan melewati tempat duduk Putri. Tempat duduk Putri kebetulan tiga baris dari tempat duduk Putri.
“Cieeeee.....” goda Indira dan teman-temannya ketika melihat Dwi lewat didepan tempat duduk Putri.
Lantas semua teman-teman sekelas Putri menatapi ke arah mereka berdua. Putri hanya tersipu malu dan Dwi tampangnya biasa-biasa saja.
Pelajaran pertama dimulai, wali kelas Putri masuk.
“Hari ini bapak mau mengatur tempat duduk kalian” ucap wali kelas Putri. Setelah semua di atur. Dwi ternyata duduk dengan seorang cewek yang bernama Marta.
“Pak !!” panggil Indira sambil mengacungkan jari tangan.
“Kenapa Dwi nggak duduk saja sama Putri?” tanya Indira kepada pak Guru. “Emang nya kenapa?” balas pak Guru. “Keliatan cocok aja gitu” ucap Indira. “Cieeeee.......” lagi - lagi teman sekelas menggoda Putri dan Dwi.
Teeeeeeett... Bel istirahat pun tiba . Dwi masuk ke kelas Nurul dan Putri melihat nya mereka sedang berdua. Semenjak kejadian itu Putri mulai menjauh dari Dwi. (Udah nggak ada harapan lagi buat bisa jadian sama Dwi) kata Putri dalam hati.
Jam pelajaran berikutnya adalah bahasa Indonesia. “Anak-anak Ibu akan membagi beberapa kelompok untuk membuat puisi serta membaca puisi tersebut di depan kelas dengan diiringi musik” kata Ibu Guru bahasa Indonesia “Baiklah, ibu akan mulai membagi kelompoknya. Kelompok pertama Desi, Dinda, Dwi, Putri dan Poer”
“Cieeee....” lagi – lagi teman sekelas menggoda Putro dan Dwi. “Emang jodoh kalian berdua. Hahaha....” kata Indira sambil tertawa. Putri menatap Dwi, lantas Dwi menunduk dan tersenyum kecil.
“Eh, kita kapan mau ngerjain tugas kelompoknya nih? Terus dimana ngerjain tugasnya?” kata Poer seusai pulang sekolah.
“Dirumah aku saja, hari jum’at. Sekalian Biar Dwi tahu rumah aku. Hehehe...” kata Putri sambil tersenyum nakal.
“Tuhkan beneran kamu suka sama dia” tuduh Poer. “Ngga ko aku Cuma bercanda” balas Putri sambil tersenyum malu.
Hari Jum’at pun tiba. “Dwi, hari ini kita kerja kelompok di rumah Putri ya?” tanya Poer kepada Dwi.
“Oh iya. Nanti deh abis aku sholat jum’at aku langsung kerumah Putri, tapi boleh bawa temen aku ngga? Masalanhya ngga enak aja aku cowo sendiri” tanya Dwi sambil benerin rambutnya. Itulah kebiasaan Dwi selalu benerin rambut, biar selalu dibilang cool.
“Kamu langsung tanya aja ke Putri” ucap poer sambil berjalan perlahan – lahan meninggalkan Dwi.
Sepulang sekolah, Putri dan Dwi sering pulang lewat jalan yang sama walaupun mereka ngga pernah pulang bareng.
“Putri !!!!!” teriak Dwi yang berjalan dibelakang Putri.
“Ih apaansih” kata Putri sambil sedikit agak kesal karena ia pikir yang memanggilnya adalah Adi teman sekelasnya, dan sekarang Putri dan Adi sedang bertengkar. Saat Putri menengok kebelakang ternyata Dwi yang memanggilnya. Jantungnya berdegup kencang.
“Eh Dwi, ada apa?” Putri bertanya dengan tampangnya yang grogi.
“Aku kerumah kamunya bawa temen aku ya?” tanya Dwi.
“Oh. Iya ngga apa – apa asalkan kamu datang.” balas putri dengan tampangnya yang semakin grogi. “Aku pulang duluan ya” kata puri sambil menunduk karena tak tahan dengan rasa groginya, lalu ia pergi meninggalkan Dwi.
“Putri kita kan pulang bareng, gimana aku mau tau rumah kamu kalau kita ngga pulang bareng?” ucap Dwi sambil menarik pundak Putri.
“Oh iya. Aku lupa. Hehe ...” kata Putri sambil tersipu malu. “Bilang aja grogi kan. Hehe..” bisik Poer. “Ssst... !!” Putri mencubit perut Poer.
Sesampainya di rumah Putri dan setelah menunggu Dwi sholat jum’at, mereka semua berkumpul untuk mengerjakan tugas kelompok. Keadaan sama seperti biasanya, Putri dan Dwi terus – terusan digoda teman satu kelompoknya.
Semenjak kejadian hari jum’at lalu, membuat Putri dan Dwi semakin dekat. Dan tidak henti – hentinya teman satu kelompok bahkan satu kelas menggoda mereka.
Satu bulan sudah berjalan. Indira sebagai sahabat Putri dan Dwi tidak berhenti membuat Dwi supaya menjadikan Putri pacarnya.
Hari itu tanggal 17 Agustus, sekolah menggadakan lomba. Dwi dan teman – temannya memilih lomba tarik tambang putra antar kelas. Putri melihat Dwi yang begitu bersemangat mengikuti lomba tersebut bahkan Putri juga melihat jatuh bangunnya Dwi demi memenangkan lomba tersebut. Ada niat di hati Putri untuk membantu Dwi, tapi apa boleh buat Putri tidak bisa melakukannya karena rasa malunya itu.
Setelah lomba berakhir, Putri berlari ke kantin untuk membeli dua buah botol minuman. Satu botol untuk dirinya dan satu lagi ia kasih Indira untuk diberikan kepada Dwi.
“Dir, kasih minuman ini buat Dwi ya, kasian dia kaya capek banget.” Ucap Putri sambil menyodorkan satu botol minuman ke Indira.
“Siiip” kata Indira sambil mengacungkan jempol lalu berjalan ke arah kelas.
Putri hanya melihat dari luar kelas ketika Indira memberi minuman dari dirinya kepada Dwi. Karena terlalu lama menunggu di luar, akhirmya Putri masuk ke kelas dan duduk di tempat duduknya.
Ternyata setalah lomba berkahir, ada penampilan band dari anak – anak kelas lain. Semua taman – teman Putri keluar kelas untuk menyaksikan band tersebut di lapangan, tinggalah Putri dan Dwi berdua di kelas. Karena merasa bosan di kelas, ngga berapa lama setelah teman – teman keluar Dwi juga ikut keluar untuk menyaksikan band tersebut tetapi sebelum keluar Dwi menghampiri tempat duduk Putri.
“Putri ngga ikutan nonton band diluar?” tanya Dwi sehingga mengagetkan Putri yang sedang melamun.
“Ah ngga. Aku disini aja sekalian abis ini mau nempel mading.” ucap Putri.
“Oh gitu. Aku keluar ya buat nonton bandnya” kata Dwi. Putri hanya mengangguk tanda setuju.
Kejadian 17 Agustus itu membuat Putri dan Dwi semakin dekat bahkan Dwi teran – terangan memberi miuman buat Putri di depan kelas.
“Cieeee....” seluruh kelas menyorak ke arah Putri dan Dwi.
Suara teman sekelas terdengar sampai keluar dan kebetulan wali kelas Putri sedang lewat.
“Ada apa ini ribut – ribut?” tanya wali kelas Putri.
Indira menjelaskan semuanya dan akhirnya wali kelas Putri tahu dan ikut menggoda mereka berdua.
Dua hari berikutnya, Dwi menyatakan perasaannya kepada Putri di depan kelas setelah pulang sekolah dan Putri menerimanya sebagai pacar.
Hari – hari berikutnya, Putri dan Dwi selalu pulang bareng bahkan mereka saling mengerti dan perhatian antara satu denganlainnya. Dwi selalu membantu Putri jika Putri dalam kesusahan, begitu pula sebaliknya. Dwi juga melindungi Putri kalu saja ada yang menggoda Putri.
Tiga bulan sudah mereka berdua lewati, namun akhirnya perhatian Dwi ke Putri perlahan – lahan memudar. Dwi sedang dekat dengan cewe bernama Ghita, hal itu membuat Putri sakit hati ditambah Ghita sahabat Putri. Putri selalu cerita kepada Ghita tentang Dwi.
“Dir, Dwi ko deket banget sih sama Ghita bahkan Dwi sekarang lebih sering duduk sama Ghita dibanding sama aku?” tanya Putri.
“Nanti aku tanyain deh” kata Indira.
Setelah Indira bertanya kepada Dwi, Dwi bilang alasan ia dekat dan duduk sebangku dengan Ghita adalah hanya untuk belajar dan ia berjanji untu menjauhi Ghita. Tapi itu semua ternyata hanya manis di mulut. Setelah berjanji dengan Indira seperti itu, Dwi malah semakin dekat dengan Ghita.
Beberapa minggu kemudian Putri dan Dwi putus, karena ternyata Dwi diam – diam berpacaran dengan Ghita padahal Ghita juga sudah punya kekasih.
(¯Kini waktunya untuk memilih, dia atau yang kan kau pilih. Meski perjuangan ku tak sehebat dia, tak semahal dia, tak sekeras dia ¯) Potongan lirik lagu yang sering dinyanyikan Putri untuk mengenang semua kejadian yang pernah ia alami.